MODEL KOLABORASI IDENTIFIKASI DINI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) UNTUK MENUNJANG PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI

Mustafa Mustafa, Muhammad Qomaruddin, Mochamad Abdul Basir, Dyah Indah Noviyani, Fajriah Fajriah

Abstract


UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas menjelaskan bahwa pemerintah berkewajiban untuk menyediakan unit layanan informasi dan tindak cepat untuk anak penyandang disabilitas. Untuk pelaksanaan pelayanan pendidikan bagi penyandang disabilitas pemerintah melalui Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009. Tentang Pendidikan Inklusif menjelaskan bahwa Setiap peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa berhak mengikuti pendidikan secara inklusif pada satuan pendidikan tertentu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

Walaupun regulasinya sudah ada namun pelaksanaan pendidikan inklusi masih mengalami kesulitan tersendiri dalam penanganan peserta didik yang masuk dalam kategori Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) seperti anak yang memiliki keterbatasan intelektual,social dan emosi. Keterlambatan identifikasi ABK oleh orang tua dan guru membuat penanganan ABK dalam pendidikan inklusi menjadi semakin berat. Penelitian bertujuan mengembangkan model kolaborasi antar stakeholder untuk identifikasi dini ABK sehingga tindakan preventive dan corrective dapat dilakukan sejak dini. Penelitian dilakukan melalui wawancara mendalam di Kota Semarang, Solo, Bekasi, Jakarta, Yogyakarta dan Bandung. Hasil penelitian menunjukan bahwa stakeholder untuk identifikasi dini ABK terdiri dari Orang tua, Dinas kesehatan melalui Puskesmas/Posyandu, Dinas Pendidikan melalui Sekolah PAUD dan SD, Dinas Sosial dan Biro Psikologi/Lembaga terapi. Yang menjadi stakeholder utama adalah Orang tua dan Satuan Pendidikan PAUD. Potensi munculnya ABK disebabkan diantaranya : keterbatasan pengetahuan orang tua untuk perawatan masa hamil dan penanganan pasca masa kelahiran. Identifikasi dini ABK sangat menunjang pelaksanaan pendidikan inklusi karena dengan teridentifikasi sejak dini maka proses penanganan ABK memiliki potensi keberhasilan lebih besar karena dilakkan secara terprogram dan berkelanjutan. Instrumen untuk identifikasi dini ABK dapat dilakukan berdasarkan tumbuh kembang anak dan tahap perkembangan anak berdasarkan aspek kognisi, motorik, sosial, emosi, bahasa dan komunikasi.


Keywords


Identifikasi Dini, Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), Pendidikan Inklusi, Kolaborasi, Tumbuh Kembang Anak

Full Text:

PDF

References


Fasciglione, M. (2015). Protecting the Rights of People with Autism in the Fields of Education and Employment: International, European and National Perspectives. Rertieved from: http://www.scopus.com/inward/record.url?eid=2-s2.0-84944221021&partnerID=tZOtx3y1.

Kemendikbud. (2009). “UU No 70 Tentang Pendidikan Inklusi Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Kelainan Dan Memiliki Potensi Kecerdasan Dan/Atau Bakat Istimewa.”

Kemenkes. (2016). Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi Dan Intervensi Dini TUmbuh Kembang Anak. Jakarta.

KPPA. (2013). Panduan Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus Bagi Pendamping (Orang Tua, Keluarga, Dan Masyarakat). Jakarta.

Osborne, M., Kearns, P., & Yang, J. (2013). Learning Cities: Developing Inclusive, Prosperous and Sustainable Urban Communities. International Review of Education, 59(4): 409–423.

Suryaningrum, C., Ingarianti, T. M., & Anwar, Z. A. (2016). Pengembangan model deteksi dini Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) pada tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Kota Malang. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 4(1), 62-74.

Haryono, H., Syaifudin, A., & Widiastuti, S. (2015). Evaluasi pendidikan inklusif bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Pendidikan, 32(2).


Refbacks

  • There are currently no refbacks.